Menjamah sebuah Lambang Kota yang menyimpan makna…

8 11 2009

Lebih dekat lagi berbicara tentang Surabaya. Salah satu keunikan dari kota Surabaya dibandingkan kota-kota lainnya yakni terdapat pada logo / lambang kota.

Sebuah makna yang mendalam pada Logo tersebut, meskipun penulis tidak tahu sebelumnya asal muasal logo tersebut. Berikut penulis akan menjelaskan tentang salah satu kebanggaan warga Surabaya yaitu Lambang Kota.

Apa istimewanya Ikan Hiu dan Buaya ?

Banyak versi yang mengupas tuntas tentang hal tersebut, baik secara legenda maupun secarah sejarah.

Secara legenda sendiri menurut pendapat LCR. Breeman, salah seorang pimpinan Nutspaarbank menceritakan kalau lambang dari Ikan Hiu yang lebih dikenal dengan Ikan Sura ini bertarung dengan Buaya demi memperebutkan kekuasaan di darat dan laut. Cerita inilah yang hingga kini turun-temurun kebeberapa generasi berikutnya. Dan juga cerita ini bisa di ibaratkan menjadi konsumsi wajib seorang cucu dari kakeknya.

Cerita lain ada yang menceritakan bahwa Ikan Sura dan Buaya adalah adopsi dari pertarungan hidup mati antara Adipati Jayengrono dan Sawunggaling. Adipati Jayenggrono sendiri adalah seseorang yang diutus Raden Wijaya untuk memimpin kraton yang didirikannya di Ujunggaluh, setelah mengalahkan pasukan Tar Tar. Namun karena ketakutan Majapahit yang melihat Adipati Jayengrono yang semakin kuat dan mandiri bahkan menguasai ilmu “Buaya”, maka diutuslah Sawunggaling yang menguasai ilmu “Sura” untuk beradu kesaktian dipinggir sungai Kali Mas.

Pertarungan tersebut berlangsung selama tujuh hari tujuh malam. Hingga akhirnya pertarungan itu berakhir tragis, keduanya meninggal karena kehabisan darah.

Secara sejarah sendiri logo Surabaya tidak hanya ditampilkan sebagai sosok binatang, namun secara mitologi, kedua binatang tersebut sudah menjadi semangat kepahlawanan seperti yang dimiliki Raden Wijaya.

Dan dalam perkembangannya logo Surabaya juga mengalami transformasi. Pada jaman kolonial, Ikan Sura (hiu) dan baya dalam tampilan emblem yang lebih sempurna. Posisinya masih sama, ikan hiu diatas dan buaya dibawah dalam posisi sigap dan waspada. Namun yang membedakan yaitu ada dua singa berwarna oranye yang mengapit dan benteng adalah lambang negeri Belanda.

Hingga akhirnya DPRS  Kota Besar Surabaya menetapkan dan memutuskan mengenai Lambang Kota Surabaya yang berlaku pada tanggal 19 Juni 1955, dengan putusan  No. 34/DPRDS. Disamping itu juga diperkuat dengan Keputusan Presiden R.I. No. 193 tahun 1956 tanggal 14 Desember 1956. Adapun isinya sebagai berikut :

logo_surabaya.

logo Surabaya

 

1. Lambang berbentuk perisai segi enam yang distilir (gesty leerd), yang maksudnya melindungi Kota Besar Surabaya

2. Lukisan Tugu Pahlawan melambangkan kepahlawanan putra-putri Surabaya dalam mempertahankan Kemerdekaan melawan kamum penjajah.

3. Lukisan ikan Sura dan Baya yang berarti Sura Ing Baya melambangkan sifat keberanian putra-putri Surabaya yang tidak gentar menghadapi sesuatu bahaya.

4. Warna-warna biru, hitam, perak (putih) dan emas (kuning) dibuat sejernih dan secermelang mungkin, agar dengan demikian dihasilkan suatu lambang yang memuaskan.

Dan seterusnya Lambang Kota ini yang menjadi identitas Kota Pahlawan.

Surabaya… sebuah kota yang menyimpan sejuta makna…





“Soerabaia….” , sepenggal cerita dari sebuah nama

8 11 2009

7 abad silam hingga sekarang kota ini masih bernafas dengan gagahnya. dari ratusan, ribuan hingga jutaan masyarakatnya mewarnai lukisan-lukisan sejarah kota ini.

Kota yang dulunya lebih dikenal dengan nama Ujunggaluh ini mengalami 3 masa dalam perkembangan sejarah kotanya. Masa pra-kolonial, masa kolonial dan masa modern seperti sekarang ini. Adapun prasasti yang masih menyebutkan bahwasannya Surabaya dulunya adalah Ujunggaluh yakni prasasti Kelagen (abad XI) dimana prasasti tersebut dibuat atas perintah raja Airlangga tahun saka 959 atau 1037 masehi. Selain itu petunjuk lain yakni dari buku Chun-Fa-Chi karya Chau-Ju-Kua di tahun 1220 atau abad ke XIII. Dan juga ada dari kronik Cina dari Dynasti Yuan 1293.

prasasti klagen

Prasasti Kelagen abad XI

Lahirnya sebuah kota ini diawali peperangan Raden Wijaya melawan pasukan Tar Tar pimpinan Khu Bilai Khan di Pat-tsieh-kan yang sekarang lebih dikenal dengan desa Patjekan, letaknya di sekitar saringan air minum Wonokromo. Namun sebelum terjadi peperangan dengan pasukan Tar Tar, Raden Wijaya dengan tipu muslihatnya terhadap pasukan Tar Tar terlebih dahulu  bekerjasama menghancurkan Raja Jakatwang di Kadiri. Peristiwa pemusnahan pasukan Tar Tar sendiri terjadi pada hari minggu tanggal 31 Mei 1293.

percabangan sungai brantas

Percabangan sungai brantas (kali jagir wonokromo)

Inilah kemenangan terbesar Raden Wijaya. Karenanya untuk memperingati peristiwa penting tanggal 31 Mei 1293, Raden Wijaya membuat tanda kemenangan berupa penggantian nama dari Ujunggaluh menjadi Churabhaya (Surabaya).

Secara filosofi, Churabhaya berarti berani menghadapi tantangan dan bahaya. Tekad inilah yang dimiliki Raden Wijaya beserta pasukannya yang selalu memperjuangkan kedaulatan dan kebebasan bangsanya.

Masa pra kolonial, pada abad 14 dan 15 kerajaan Majapahit meraih kejayaan yang luar biasa.  Surabaya sendiri mengalami kemajuan yang sangat pesat pada perkembangan kota-nya. Surabaya juga menjadi pelabuhan sungai yang penting (sedangkan pelabuhan laut pada saat itu berada di Tuban).

Pada akhir abad 15 tercatat bahwa penduduk Surabaya kira-kira mencapai 5000 jiwa, yang tersebar dibeberapa tempat. Adapun letak dari pusat administratur kerajaan Majapahit dulunya di sekitar kawasan Pasar Besar, di tepi Barat sungai Kali Mas. Dikawasan ini pula perkampungan penduduk Majapahit tinggal.

Surabaya yang masih berusia masih dini menjadi pelabuhan kerajaan Majapahit yang paling sibuk, terutama masuknya saudagar dari Arab dan Cina. Kompleks inilah yang kemudian  oleh Pemerintah  Hindia Belanda dijadikan kampung Arab dan Kampung Pecinan.

Yang tumbuh pasti mati…, yang bersinar pasti redup…

Kerajaan Majapahit runtuh tahun 1526, dan Surabaya berada dalam kekuasaan Kesultanan Islam di Demak, Jawa Tengah.

Tahun 1546 sempat dibangun Kraton Surabaya oleh Pangeran Surabaya, dan kekuasaannya diserahkan kembali pada penguasa setempat. Pembangunannya di bekas lahan administrasi Majapahit.

Namun sayang, kerajaan otonom Surabaya berakhir tahun 1625. Surabaya diambil alih kerajaan Mataram dibawah pimpinan Sultan Agung. Kekuasaan kerajaan Mataram ini menyebar keseluruh pulau Jawa.

Masuknya VOC (Verenidge Oostindissche Compaigne) ke tanah Jawa khususnya ke Surabaya menandai lembaran awal masa kolonial dimulai.

VOC merupakan perusahaan dagang Belanda yang masuk pada tahun 1617. Pengaruhnya sangat besar pada perkembangan kota Surabaya ini, khususnya dalam bidang perdagangan yang lebih modern.

Pada tahun 1628 VOC tutup karena serangan dari Sultan Agung dari Mataram. Imbas dari serangan ini menyebabkan adanya kerenggangan hubungan antara Belanda dengan Mataram.

Tahun 1646 – 1677 VOC diijinkan beroperasi kembali di Jawa oleh penerus dari kerajaan Mataram, Amangkurat I.

Tahun 1677 – 1703 Amangkurat I digantikan tampuk kepemimpinannya oleh putranya, Amangkurat II.

Tahun 1677, Surabaya secara de facto dibawah kekuasaan VOC. Dengan adanya hak dagang yang diberikan Amangkurat II kepada VOC, menjadikan keleluasaan Belanda mengusai Surabaya mulai menjadi-jadi. Dan tentunya ini juga berpengaruh pada pembangunan perkembangan kota Surabaya sendiri.

Diawali dengan pembangunan benteng kecil disisi kiri sungai Kali Mas pada tahun 1678 oleh bangsa Belanda. Benteng yang diberi nama Benteng Belvedere berseberangan letaknya dengan Pecinan.

Beberapa tahun kemudian pembangunan kota mulai di laksanakan Belanda  seperti  komplek kota Soerabaia Belanda dengan  dikelilingi tembok yang berada disebelah benteng Belvedere. Dan seterusnya. Perubahan wajah kota era kolonial di mulai, baik dari segi pembangunan perkotaan, sosial, ekonomi, dan budaya. Mulai akhir abad ke 16 hingga pertengahan abad ke 20.

Selama 350 tahun perjalanan bangsa Indonesia dibawah bayang-bayang administrasi pemerintah Hindia Belanda. Memasuki abad 20 pembangunan semakin pesat, perkembangan kota semakin luas. Hal ini bisa dibuktikan salah satunya dari pembangunan wilayah pemukiman orang Eropa di wilayah selata kota.  Surabaya mengalami perkembangan yang sangat pesat hingga sekarang.

Tak selamanya roda terus  berjalan, pada saatnya berhenti….”

Era kolonial baru bisa diakhiri pada saat meletusnya peperangan 10 November tahun 1945. Tewasnya seorang Jenderal besar Mallaby menumbuhkan semangat baru dalam menata kehidupan masyarakat Surabaya.

Pelan tapi pasti, pembangunan Surabaya di mulai. Bukan hanya pembangunan perkotaannya saja, sosial, ekonomi dan budaya lebih ditekankan. Hingga kini era modern telah dimulai…